Egrang
Egrang atau jangkungan
adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri
dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang
diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat
untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas
ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantai atau tanah labil,
bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar tidak
rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah
dibuat selama ratusan tahun.
Terdapat beberapa jenis egrang, yakni:
Egrang pegangan
Egrang pasak
Egrang drywall
Egrang pegas
Permainan
ani sudah tidak asing lagi, mekipun di berbagai daerah di kenal dengan
nama yang berbeda beda. saat ini juga sudah mulai sulit di temukan, baik
di desa maupun di kota,
tetapi saat permainan ini mulai
di kombinasikan dengan berbagai hal sehingga dapat berdampingan dengan
dunia yang di katakan modern ini.
yang akan di ulas kali ini permainan egrang yang ada di sulawesi tengah atau di kenal dengan nama tilako.
Permainan
Egrang cukup terkenal di nusantara ini misanya di daerah Sulawesi
Tengah adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Di sana ada
satu suku bangsa yang bernama Kaili. Di kalangan mereka ada satu jenis
permainan yang disebut sebagai tilako (nama lain dari permainan
eggrang), yaitu sebuah permainan berjalan menggunakan alat yang terbuat
dari bambu dan pelepah sagu atau tempurung kelapa. Tilako disamping nama
sebuah permainan juga sekaligus nama alat yang digunakan untuk
permainan tersebut. Tilako itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu “ti” dan “lako”. “Ti” adalah kata awalan yang menunjukkan kata
kerja dan “lako” secara harafiah berarti “langkah/jalan”. Dalam
permainan ini “tilako” adalah alat yang dipakai untuk melangkah atau
berjalan. Permainan ini dalam dialek Rai disebut kalempa yang juga
merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “ka” dan “lempa”. “Ka” adalah
kata awalan yang menunjukkan kata kerja dan “lempa” berarti
“langkah”.Permainan ini ada juga yang mengenal dengan nama
jejangkungan.Cara memainkan permainan ini sebenarnya beragam ini
hanyalah salah satu dari banyak cara.
Pemain
Permainan
egrang dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak. Pada umumnya
permainan ini dilakukan dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia 7--13
tahun. Jumlah pemainnya 2--6 orang.
Tempat dan Peralatan Permainan
Permainan
egrang ini tidak membutuhkan tempat (lapangan) yang khusus. Ia dapat
dimainkan di mana saja, asalkan di atas tanah. Jadi, dapat di tepi
pantai, di tanah lapang atau di jalan. Luas arena permainan tilako ini
hanya sepanjang 7--15 meter dan lebar sekitar 3-4 meter.
Peralatan yang digunakan adalah
dua batang bambu bata (volo vatu) yang relatif lurus dan sudah tua
dengan panjang masing-masing antara 1,5-3 meter. Cara membuatnya adalah
sebagai berikut. Mula-mula bambu dipotong menjadi dua bagian yang
panjangnya masing-masing sekitar 2½-3 meter. Setelah itu, dipotong lagi
bambu yang lain menjadi dua bagian dengan ukuran masing-masing sekitar
20-30 cm untuk dijadikan pijakan kaki. Selanjutnya, salah satu ruas
bambu yang berukuran panjang dilubangi untuk memasukkan bambu yang
berukuran pendek. Setelah bambu untuk pijakan kaki terpasang, maka bambu
tersebut siap untuk digunakan.
Aturan Permainan
Aturan
permainan egrang dapat dibagi menjadi dua, yaitu perlombaan lari dan
pertandingan untuk saling menjatuhkan dengan cara saling memukulkan
kaki-kaki bambu. Perlombaan adu kecepatan biasanya dilakukan oleh
anak-anak yang berusia antara 7-11 tahun dengan jumlah 2--5 orang.
Sedangkan, permainan untuk saling menjatuhkan lawan biasanya dilakukan
oleh anak-anak yang berusia antara 11-13 tahun dengan menggunakan sistem
kompetisi.
Jalannya Permainan
Apabila
permainan hanya berupa adu kecepatan (lomba lari), maka diawali dengan
berdirinya 3-4 pemain di garis start sambil menaiki bambu masing-masing.
Bagi anak-anak yang kurang tinggi atau baru belajar bermain egrang,
mereka dapat menaikinya dari tempat yang agak tinggi atau menggunakan
tangga dan baru berjalan ke arah garis start. Apabila telah siap, orang
lain yang tidak ikut bermain akan memberikan aba-aba untuk segera
memulai permainan. Mendengar aba-aba itu, para pemain akan berlari
menuju garis finish. Pemain yang lebih dahulu mencapai garis finish
dinyatakan sebagai pemenangnya.
Sedangkan, apabila permainan
bertujuan untuk mengadu bambu masing-masing pemain, maka diawali dengan
pemilihan dua orang pemain yang dilakukan secara musyawarah/mufakat.
Setelah itu, mereka akan berdiri berhadapan. Apabila telah siap, peserta
lain yang belum mendapat giliran bermain akan memberikan aba-aba untuk
segera memulai permainan. Mendengar aba-aba itu, kedua pemain akan mulai
mengadukan bambu-bambu yang mereka naiki. Pemain yang dapat menjatuhkan
lawan dari bambu yang dinaikinya dinyatakan sebagai pemenangnya.
Nilai Budaya
Nilai
budaya yang terkandung dalam permainan egrang adalah: kerja keras,
keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat
para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai
keuletan tercermin dari proses pembuatan alat yang digunakan untuk
berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar seimbang dan mudah
digunakan untuk berjalan. Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya
dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya
permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
(gufron)
TRADISIONAL JAWA
Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, yang sekarang tidak lagi ditemukan. Berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya pasif. Lebih dari itu harus aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan rangsangan kreatif bagi relasinya.
Salah satu jenis permainan tradisional Jawa apa yang dikenal sebagai egrang. Permainan ini mengandaikan pemakai/relasinya lebih tinggi posisinya. Diluar ukuran tinggi manusia. Bahan yang dipakai sebagai egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu. Kapan orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki.
Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi orang bisa jatuh dari egrang. Siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa menggunakannya.
Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang, posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang berdiri di tangga, atau naik di atas meja.
Namun permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang. Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Di tengah anak-anak terbiasa dengan eskalator yang tersedia di mall: hanya berdiri tangga bisa berjalan sendiri. Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.
Tampaknya proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain. Tidak berawal dari kesaadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi.
Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan. Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara memakainya.
Mungkin, kembali untuk mengenalkan ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk dihadirkan. Bukan yang utama untuk mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.
Dari egrang, barangkali orang bisa menanapki jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang sekarang sekedar sebagai kenangan.
TRADISIONAL JAWA
Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, yang sekarang tidak lagi ditemukan. Berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya pasif. Lebih dari itu harus aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan rangsangan kreatif bagi relasinya.
Salah satu jenis permainan tradisional Jawa apa yang dikenal sebagai egrang. Permainan ini mengandaikan pemakai/relasinya lebih tinggi posisinya. Diluar ukuran tinggi manusia. Bahan yang dipakai sebagai egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu. Kapan orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki.
Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi orang bisa jatuh dari egrang. Siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa menggunakannya.
Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang, posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang berdiri di tangga, atau naik di atas meja.
Namun permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang. Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Di tengah anak-anak terbiasa dengan eskalator yang tersedia di mall: hanya berdiri tangga bisa berjalan sendiri. Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.
Tampaknya proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain. Tidak berawal dari kesaadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi.
Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan. Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara memakainya.
Mungkin, kembali untuk mengenalkan ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk dihadirkan. Bukan yang utama untuk mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.
Dari egrang, barangkali orang bisa menanapki jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang sekarang sekedar sebagai kenangan.
0 komentar:
Posting Komentar